Perjalanan Menghapus Dendam

“Tak ada yang bisa menyakiti hatimu, kecuali engkau sendiri” 

Suatu ketika Vijaya Lakshmit Pandit, salah seorang murid Mahatma Gandhi bercerita.  Kira kira sepuluh tahun yang lalu pada suatu petang sunyi aku menerima nasehat itu. Nasehat yang paling berharga selama hidupku. Suamiku baru saja meninggal dunia. Rasa sedihku atas kematiannya menjadi berlipat ganda ketika aku sadar, bahwa menurut adat India, sebagai janda aku tak lagi dipandang manusia sempurna.
Sebelah kiri Vijaya Lakshmit Pandit, sebelah kanan keponakannya Perdana Menteri India
Indira Gandhi. Sumber Gambar : Public.Resource.Org/Flickr
Sumber Gambar: flickr.com/photos/publicresourceorg/27286006291/ 
Bersama sama dengan kaum wanita India yang lain, aku bertahun tahun lamanya telah ikut serta dalam perjuangan nasional untuk mencapai kemerdekaan India dari imperialisme Inggris. Berjuang dan berkorban, dengan andil dan peran yang sama dengan kaum lelaki untuk merebut tujuan yang mulia itu. Kini kemerdekaan telah  menjadi kenyataan. Namun sayangnya kemerdekaan bangsa tidak dengan sendirinya merubah harkat kaum wanita.

Maka itulah aku sebagai  janda yang tak mempunyai anak lelaki, menurut adat istiadat India tak berhak sedikipun atas harta warisan suamiku. Dengan rasa kesal harus kuterimalah ketentuan adat yang tak adil itu. Aku benci kepada kaum kerabatku , karena mereka pun turut mempertahankan adat kuno tersebut.

Ketika itulah, aku kebetulan  berkunjung  kepada Mahatma Gandhi. Maksud kunjungan ku tersebut ialah untuk berpamitan dengan Mahatma Gandhi, karena beberapa hari lagi, aku  akan berangkat ke Amerika untuk menghadiri  Pacific Relation Conference ( Konperensi Perdamaian Pasifik ). Setelah kami bercakap cakap sebentar, Gandhi bertanya:

“Sudahkah Saudara berdamai dengan kaum kerabat saudara ?”

Aku heran dan kecewa mendengar pertanyaan Gandhi tersebut, karena ternyata ia membenarkan pendirian kaum kerabatku itu.

“Saya tidak pernah bertengkar dengan siapapun” jawabku. “Tapi saya tak ingin berjumpa lagi dengan mereka, apalagi mereka turut mempertahankan adat kuno yang sudah usang dan tidak adil.”

Gandhi menatap sejenak keluar jendela. Kemudian ia tersenyum kepadaku. Dan seraya berkata, "maksud saudara datang kesini adalah untuk mengucapkan  selamat tinggal, sebab saudara hendak pergi keluar negeri. Memang sudah menjadi adat kebiasaan, setiap orang yang hendak menempuh perjalanan jauh,  harus berpamitan kepada keluarga, kerabat, dan kawan kawan.  Kini saudara ternyata menjalani  kebiasaan itu. Kita di india memang masih menghargai tinggi adat kebiasaan lama itu.”

“Tidak, ujarku, “meskipun Tuan yang menyuruh,  saya tidak akan mengunjungi mereka” 

Sambil tersenyum gandhi berkata, “Tidak ada yang bisa menyakiti hati kita, kecuali diri kita sendiri. Selama masih ada rasa benci dan dendam dalam hati saudara, selama itu pula saudara akan terus bersedih hati. Lenyapkanlah rasa benci itu, agar saudara kembali bahagia.” Gandhi melanjutkan,”saudara hendak merantau ke negri asing , karena saudara merasa sedih. Artinya saudara pergi jauh untuk menghapus duka dan nestapa. Sesungguh nya yang  saudara lakukan hanyalah membawa rasa sedih di batin saudara ketempat yang jauh, artinya kebencian dan kekesalan tetap bersemayam pada diri saudara.”

“kita harus mampu merendah, saudara telah kehilangan suami, sudahilah  kesedihan itu hanya sampai disana. Perlukah kesedihan itu diperbesar lagi dengan kebencian di hati saudara ?"

Ucapan inilah yang tak dapat lagi kuabaikan. Maka datanglah perjuangan batin yang hebat sekali. Tapi akhirnya kuambil keputusan untuk mengalah. Maka bertelponanlah aku dengan abang iparku: “aku ingin bersilaturahmi dengan abang dan semua anggota keluarga sebelum aku berangkat ke Amerika.”

Tak sampai lima menit lamanya aku berada di tengah tengah mereka, sungguh terasa betul, bahwa kunjunganku itu amat menggembirakan hati mereka. Kuceritakan kepada mereka rencanaku sekaligus meminta doa restu. Lalu aku merasa, seolah olah ada suatu beban berat yang selama ini menekan hidupku, hilang lenyap dengan sendirinya. Dan aku riang gembira dan bahagia sekali.

Tindakan mengalah  kepada keluargaku itu merupakan permulaan penting dari karier politikku di dunia internasional, dalam negosiasi dan dalam perdebatan atas nama negara di forum internasional.

Vijaya Lakshmit Pandit Nehru lahir di Alahabad India  wafat pada bulan desember  1990 di usia  usia 90 tahun, yang bersangkutan merupakan adik dari Jawaharlal Nehru, perdana mentri India yang pertama, dan bibi dari Indira Gandhi perdana menteri  India ke tiga, dan juga nenek dari Rajiv Gandhi perdana mentri India ke enam. Karier diplomatik yang pernah diembannya yaitu berturut turut dutan besar India untuk Amerika Serikat, PBB, Uni Sovyet, dan Inggris. Jabatan terakhir yang pernah diembannya yaitu gubernur negara bagian Maharashtra, adalah negara bagian tersebesar ke 3 di India dalam segi luas wilayah, dan terbesar ke 2 dalam jumlah populasi, yang pada taun 2011 telah mencapai jumlah penduduk 122 juta jiwa dari total 1 milyar 247 juta penduduk india saat itu ( 2011 )

Salah satu tonggak penting karier politiknya didunia internasional adalah penyelesaian krisis rasial di Afrika Selatan dimana saat itu imigran dari india mendapat perlakuan diskriminatif dan rasialis di Afrika Selatan.


Post a Comment for "Perjalanan Menghapus Dendam"