“Tak ada yang bisa menyakiti hatimu, kecuali engkau sendiri”
Sambil tersenyum gandhi berkata, “Tidak ada yang bisa
menyakiti hati kita, kecuali diri kita sendiri. Selama masih ada rasa benci dan
dendam dalam hati saudara, selama itu pula saudara akan terus bersedih hati.
Lenyapkanlah rasa benci itu, agar saudara kembali bahagia.” Gandhi
melanjutkan,”saudara hendak merantau ke negri asing , karena saudara merasa
sedih. Artinya saudara pergi jauh untuk menghapus duka dan nestapa. Sesungguh
nya yang saudara lakukan hanyalah
membawa rasa sedih di batin saudara ketempat yang jauh, artinya kebencian dan
kekesalan tetap bersemayam pada diri saudara.”
Suatu ketika Vijaya Lakshmit Pandit, salah seorang murid
Mahatma Gandhi bercerita. Kira kira
sepuluh tahun yang lalu pada suatu petang sunyi aku menerima nasehat itu.
Nasehat yang paling berharga selama hidupku. Suamiku baru saja meninggal dunia.
Rasa sedihku atas kematiannya menjadi berlipat ganda ketika aku sadar, bahwa
menurut adat India, sebagai janda aku tak lagi dipandang manusia sempurna.
Bersama sama dengan kaum wanita India yang lain, aku
bertahun tahun lamanya telah ikut serta dalam perjuangan nasional untuk
mencapai kemerdekaan India dari imperialisme Inggris. Berjuang dan berkorban,
dengan andil dan peran yang sama dengan kaum lelaki untuk merebut tujuan yang
mulia itu. Kini kemerdekaan telah menjadi kenyataan. Namun sayangnya kemerdekaan
bangsa tidak dengan sendirinya merubah harkat kaum wanita.
Maka itulah aku sebagai janda yang tak mempunyai anak lelaki, menurut
adat istiadat India tak berhak sedikipun atas harta warisan suamiku. Dengan
rasa kesal harus kuterimalah ketentuan adat yang tak adil itu. Aku benci kepada
kaum kerabatku , karena mereka pun turut mempertahankan adat kuno tersebut.
Ketika itulah, aku kebetulan
berkunjung kepada Mahatma Gandhi.
Maksud kunjungan ku tersebut ialah untuk berpamitan dengan Mahatma Gandhi,
karena beberapa hari lagi, aku akan
berangkat ke Amerika untuk menghadiri
Pacific Relation Conference ( Konperensi Perdamaian Pasifik ). Setelah
kami bercakap cakap sebentar, Gandhi bertanya:
“Sudahkah Saudara berdamai dengan kaum kerabat saudara ?”
Aku heran dan kecewa mendengar pertanyaan Gandhi tersebut,
karena ternyata ia membenarkan pendirian kaum kerabatku itu.
“Saya tidak pernah bertengkar dengan siapapun” jawabku. “Tapi saya tak ingin berjumpa lagi dengan mereka, apalagi mereka turut
mempertahankan adat kuno yang sudah usang dan tidak adil.”
Gandhi menatap sejenak keluar jendela. Kemudian ia tersenyum
kepadaku. Dan seraya berkata, "maksud saudara datang kesini adalah untuk mengucapkan selamat tinggal, sebab saudara hendak pergi keluar negeri. Memang sudah menjadi
adat kebiasaan, setiap orang yang hendak menempuh perjalanan jauh, harus berpamitan kepada keluarga, kerabat,
dan kawan kawan. Kini saudara ternyata
menjalani kebiasaan itu. Kita di india
memang masih menghargai tinggi adat kebiasaan lama itu.”
“Tidak, ujarku, “meskipun Tuan yang menyuruh, saya tidak akan mengunjungi mereka”
“kita harus mampu merendah, saudara telah kehilangan suami,
sudahilah kesedihan itu hanya sampai disana.
Perlukah kesedihan itu diperbesar lagi dengan kebencian di hati saudara ?"
Ucapan inilah yang tak dapat lagi kuabaikan. Maka datanglah
perjuangan batin yang hebat sekali. Tapi akhirnya kuambil keputusan untuk
mengalah. Maka bertelponanlah aku dengan abang iparku: “aku ingin bersilaturahmi dengan abang dan semua anggota keluarga sebelum aku berangkat ke Amerika.”
Tak sampai lima menit lamanya aku berada di tengah tengah
mereka, sungguh terasa betul, bahwa kunjunganku itu amat menggembirakan hati
mereka. Kuceritakan kepada mereka rencanaku sekaligus meminta doa restu. Lalu
aku merasa, seolah olah ada suatu beban berat yang selama ini menekan hidupku, hilang
lenyap dengan sendirinya. Dan aku riang gembira dan bahagia sekali.
Tindakan mengalah
kepada keluargaku itu merupakan permulaan penting dari karier politikku
di dunia internasional, dalam negosiasi dan dalam perdebatan atas nama negara di forum internasional.
Vijaya Lakshmit Pandit Nehru lahir di Alahabad India wafat pada bulan desember 1990 di usia
usia 90 tahun, yang bersangkutan merupakan adik dari Jawaharlal Nehru,
perdana mentri India yang pertama, dan bibi dari Indira Gandhi perdana menteri India ke tiga, dan juga nenek dari Rajiv
Gandhi perdana mentri India ke enam. Karier diplomatik yang pernah diembannya
yaitu berturut turut dutan besar India untuk Amerika Serikat, PBB, Uni Sovyet,
dan Inggris. Jabatan terakhir yang pernah diembannya yaitu gubernur negara
bagian Maharashtra, adalah negara bagian tersebesar ke 3 di India dalam segi
luas wilayah, dan terbesar ke 2 dalam jumlah populasi, yang pada taun 2011 telah
mencapai jumlah penduduk 122 juta jiwa dari total 1 milyar 247 juta penduduk
india saat itu ( 2011 )
Salah satu tonggak penting karier politiknya didunia
internasional adalah penyelesaian krisis rasial di Afrika Selatan dimana saat itu
imigran dari india mendapat perlakuan diskriminatif dan rasialis di Afrika Selatan.
Post a Comment for "Perjalanan Menghapus Dendam"